Author Archive for ima nurus



16
Jan
09

Media massa dan PR dalam kampanye PARPOL

Media massa dan PR dalam kampanye PARPOL
Irma Nurus Sholikhati
06 331 026

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok yang terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita- cita yang sama. Tujuan kelompok ini ialah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik, dan untuk mewujudkan hal itu partai- partai politik yang ada di Indonesia berlomba- lomba untuk mencari massa.

Hal tersebut dialami Indonesia pada saat Indonesia memasuki tonggak sejarah baru dalam berdemokrasi pada tahun 2004 silam. Untuk pertama kalinya seorang presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pertama kali pula calon presiden berkampanye guna meminta dukungan rakyat. Proses komunikasi politik yang amat penting ini sudah mulai dijalankan oleh para kandidat bersama tim sukses masing-masing. Hal tersebut akan berlangsung kedepannya, oleh karena itu rakyat sebagai pemegang kedaulatan harus didekati dengan strategi komunikasi yang tepat. Tak heran jika para ahli komunikasi mulai banyak direkrut atau dikontrak untuk menyukseskan partai politik dan calon presiden.

Beberapa parpol memiliki strategi masing-masing untuk meraup suara sebanyak-banyaknya. Mereka mempengaruhi kita dalam memandang realitas kemasyarakatan, bahkan realitas kenegaraan. Dalam tulisannya, Deddy Mulyana dalam bukunya yang berjudul Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar mengatakan bahwa: Misi partai mempengaruhi cara kita bergaul dan topik- topik yang kita bicarakan. Sejumlah parpol mencoba merangkul publik figur mulai dari artis sampai kiai kondang. Tapi, beberapa partai yang lain, mencoba lebih rasional dengan mengedepankan program-program pembangunan yang diharapkan bisa mengentaskan bangsa ini dari keterpurukannya yang telah berlangsung lama. Walaupun, program-program yang dijanjikan tak jarang juga masih tampak sebagai sekedar sebuah janji, karena rasanya agak sulit direalisasikan menjadi sebuah bukti.

Hampir sebagian besar orang dewasa menyatakan bahwa mereka mendapatkan hampir seluruh informasi tentang berbagai peristiwa dunia maupun nasional dari media massa. Begitu pula dengan berita politik, mereka juga sebagian besar mendapatkan informasinya dari media massa. Media massa telah merubah wajah seluruh sistem politik secara luas dengan pesat. Media massa mempengaruhi publik dengan fokus tayangan, para pengurus parpol biasanya manarik massa dengan menggalang kekuatan media massa baik TV, radio, media cetak, internet maupun SMS. Karena kemampuan media untuk menjangkau masyarakat dalam lingkup yang nyaris tak terbatas, bisa menjadi senjata ampuh untuk mensosialisasikan program partai. Apalagi, media massa juga punya kekuatan untuk mengarahkan opini publik.
Media umum yang lazim digunakan dalam berkampanye, baik sebagai alat (Tool Media) maupun saluran (Channel Media) untuk penyebaran pesan atau informasi kepada publik sebagai sasarannya melalui pemasangan poster, spanduk, plakat, umbul-umbul, selebaran (Flier), brosur, Press/New release, slide film, rekaman video, iklan, balon promosi, hingga mengadakan kerja sama dengan pihak media pers. Konsekuensinya adalah, pada akhirnya kegiatan kampanye tersebut membutuhkan dana yang cukup banyak, dan hanya parpol yang berbasis masa besar lebih mampu menghimpun biaya jumlah besar untuk aktivitas kampanyenya. Para pemimpin atau para politisi lebih menekankan komunikasi politiknya melalui saluran media massa, baik media elektronik maupun cetak untuk melaksanakan kampanyenya.

Tentu saja, kekuatan media harus dimanfaatkan secara optimal dengan cara-cara dan tujuan yang fair. Namun, yang terjadi belakangan ini adalah para penggerak partai menggunakan media massa dengan cara ‘membeli’-nya atau memanipulasi informasi. Karena, pengelola media biasanya adalah mereka yang mau menjunjung tinggi idealisme dan sering bersikap kritis.

Hal tersebut tidak akan terjadi apabila pengurus parpol menerapkan pendekatan Marketing dan Public Relations yang dalam perkembangannya menjadi integrated marketing communication. Beberapa parpol dapat merekrut pakar Marketing dan atau Public Relations untuk duduk sebagai pengurus. Bahkan ada parpol yang memanfaatkan perusahaan jasa Public Relations saat menghadapi pemilu untuk turut merencanakan siapa bicara di mana dan siapa bicara kapan, serta apa materi atau pesan yang perlu ditekankan dan dijadikan topik saat berkampanye di tempat, pada waktu, dan di depan publik tertentu.

Secara umum pendekatan tersebut dapat terlaksana secara optimal. Karena banyak momen yang bisa dimanfaatkan, misalnya kegiatan silaturahmi dan melakukan kegiatan bersama rakyat pemilihnya, open house, penciptaan rekor prestasi, berusaha memanfaatkan event yang ada, atau secara proaktif berprakarsa menciptakan event sebagai ajang berkomunikasi secara timbal-balik dan berkesinambungan.

Momen lain, melakukan kegiatan press relations dan community relations, termasuk dalam upaya membangun opini publik yang mampu mengangkat derajat citra positif diri dan parpolnya. Karena pada dasarnya, citra dapat menunjukan bagaimana stimulus yang berasal dari luar diorganisasikan dan mempengaruhi respons, seperti yang ditulis oleh Soleh Soemirat dalam bukunya yang berjudul Dasar-dasar Public Relations. Aktivitas seperti itu bisa ditempatkan sebagai bagian investasi partai tersebut dalam menghadapi pilkada atau pemilu berikutnya. Berawal dari langkah strategis itu, pengurus, fungsionaris parpol, bakal kandidat, dan kandidat, harus rajin tampil di forum seminar, di depan kelompok studi, dengan pandangan jernih, konseptual, visioner, aspiratif, dan komunikatif, serta dekat dengan aspirasi rakyat yang sedang berkembang. Mereka pun harus rajin mendatangi pertemuan-pertemuan informal. Mereka harus memanfaatkan tiap event dan mampu menciptakan event yang dapat dimanfaatkan sebagai ajang menjalin komunikasi timbal-balik dengan berbagai lapisan masyarakat, secara kreatif dan produktif. Tidak hanya menjadikan media massa sebagai alat untuk menarik simpati, karena sesungguhnya citra positif dari tubuh parpol juga sangat penting untuk menimbulkan opini positif publik.

Tapi terlepas dari apa pun skenario penggalangan massa yang dipakai partai-partai peserta Pemilu 2009 nanti, satu hal yang semestinya tak dilupakan oleh pemimpin parpol adalah bagaimana mengemas semua misi, visi dan janji-janji menjadi sesuatu yang memikat masyarakat. Karena tujuan-tujuan yang ada dalam visi misi organisasi tersebut dapat menjadi pedoman, sumber motivasi, dan dasar rasional pengorganisasian. Oleh karena itu, parpol perlu memahami filosofi dan paradigma baru Public Relations (PR) di mana prinsip utamanya adalah memadukan kepiawaian berkomunikasi secara efektif, dengan paparan kinerja yang meyakinkan. Dengan bantuan perusahaan Public Relations (PR) profesional, pimpinan partai bisa menyusun skenario strategis manajemen. Dengan kata lain, manajemen partai harus piawai mengelola organisasi, pintar menggulirkan isu positif, sekaligus tanggap menganalisis perkembangan apa pun yang terjadi di lapangan, serta cermat menempatkan positioning untuk melakukan komunikasi yang efektif, dan fungsi PR dapat semakin diakui sebagai unsur penting dalam pemerintahan dan komunikasi efektif.

Setidaknya, kita bisa berharap pada partai-partai yang menempatkan prinsip-prinsip manajemen modern, dengan paradigma baru PR yang seperti itu lah yang bisa
mengentaskan bangsa ini dari krisis multi dimensi yang berkepanjangan.

16
Jan
09

Resolusi Konflik di Perbatasan Papua-PNG (Papua New Guinea)

KONFLIK ANTARBUDAYA DAN UPAYA PENYELESAIANNYA
DARI PERSPEKTIF KAB
“Resolusi Konflik di Perbatasan Papua-PNG (Papua New Guinea)”

Pendahuluan
Budaya selalu menawarkan ketegangan-ketegangan tertentu dalam kehidupan manusia. Tanpa adanya ketegangan ini semua manusia tidak akan mengalami kemajuan bahkan budaya yang telah dimilikinya dapat mundur. Dalam menghadapi tantangan alam manusia bersikap lain dengan hewan. Jika hewan memergoki sungai, ia bersikap ragu-ragu untuk kemudian berjalan kesana kemari untuk mencari tempat yang paling mudah untuk disebranginya. Adapun manusia meskipun mula-mula juga berbuat demikian, akhirnya membuat jembatan untuk dapat mengatasi halangan sungai itu. Budaya atau kebudayaan adalah seluruh hasil usaha manusia dengan budhinya berupa segenap sumber jiwa, yakni cipta, rasa, karsa. Adapun kultur berasal dari kata Latin colere, yang berarti mengolah tanah, menggarap sesuatu, menanam, memelihara, menghuni, menghormati, menyucikan.
Corak budaya (tradisi, nilai sosial, dan moral) pada komunitas atau wilayah tertentu merupakan hasil dari perkumpulan orang-orang yang ada di dalamnya. Apa yang dipikirkan, dirasakan, dan dihayati oleh orang-orang perkumpulan sosialnya merupakan harapan-harapan kolektif yang terekspresikan. Nuansanya tidak bisa dipisahkan dari konteks waktu dan tempat atau aspek fisik yang melingkupinya.
Manusia yang berakal sadar bahwa ia sebenarnya telah terlempar ke luar alam, sehingga ia menderita. Karena itulah ia mencari keamanan, dengan sarana teknik ia mendirikan bangunan, jembatan, kendaraan, dan sebagainya. Namun, dalam berbudaya manusia tidak menerima begitu saja apa yang disediakan oleh alam tetapi mengubahnya dan mengembangkannya lebih lanjut. Dengan berbuat demikian itu terjadi jurang antara manusia dengan dirinya yang dialami. Hal tersebut juga menyebabkan adanya berbagai macam bentuk perbedaan latar belakang kebudayaan oleh tiap-tiap manusia. Banyaknya perbedaan latar kebudayaan yang dimiliki oleh manusia menyebabkan berbagai kesalahpahaman yang dapat memicu timbulnya konflik antar manusia atau antar budaya lebih tepatnya.
Perkembangan selanjutnya dari proses pendewasaan budaya, persoalan ekonomi, politik, agama dan ideologi menjadi fenomena yang mengalami penyempitan terbatas dalam budaya. Batas itupun harus secara jelas menunjuk pada asosiasi komunitas budaya tertentu, yang nantinya hanya merujuk kepada suku, ras, atau pun entitas yang identik terhadap keluhuran kelompok tertentu. Karenanya, atas dasar kenyataan itu, persoalan-persoalan konflik harus dihadapi oleh setiap manusia dalam lingkup kebudayaannya.
Konflik merupakan salah satu bentuk dari adanya bentuk ketersinggungan dari berbagai pihak. Ketersinggungan dapat berupa ketersinggungan agama, dan etnik. Ada banyak konflik antar budaya yang terjadi di dunia ini termasuk di Indonesia dan salah satunya adalah konflik yang terjadi di perbatasan Papua dan Papua New Guinea (PNG). Penduduk daerah perbatasan baik di Papua maupun PNG merupakan “satu keluarga besar”, yakni masuk rumpun ras Melansoid sehingga penduduknya memiliki banyak kesamaan yang dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, baik fisik, suku, bahasa, maupun budaya. Namun, dalam perjalanan sejarah mereka telah terpisah, oleh karena berlakunya konsep politik, berupa sebuah negara yang berbeda. Sementara itu, karena mereka masih melanggengkan hubungan kekerabatan etnis, maka muncul persoalan batas kultural yang berbeda dengan konsep batas negara. Karena itu banyak dijumpai kasus, batas kultural yang dimiliki oleh kekuasaan, suku, klan tertentu untuk lebih dihormati, dibandingkan dengan batas kekuasaan yang dimiliki oleh garis batas wilayah sebuah negara yang lainnya.

Pembahasan
Indonesia, khususnya propinsi Papua memiliki daerah perbatasan dengan Negara PNG. Perbatasan adalah suatu zone atau suatu garis yang sering menjadi ajang timbulnya konflik. Daerah perbatasan merupakan tempat pelintas batas penduduk, barang dan berbagai informasi. Konflik terjadi karena perbedaan pandangan dan kepentingan yang menyangkut aspek sosial, ekonomi, politik dan ketahanan atau keamanan. Masalah perbatasan jarang dapat diselesaikan yang dapat memuaskan ke dua belah pihak dan biasanya akan timbul masalah lain. Penyelesaian masalah perbatasan bahkan terjadi “kesepakatan untuk tidak sepakat” terhadap suatu masalah. Walaupun penduduk asli Papua dan penduduk asli PNG hidup dalam satu pulau dan kesamaan etnik sebagai orang Melansia, namun mereka hidup dalam Negara yang berbeda.
Propinsi Irian Jaya yang sekarang disebut Papua terletak pada kawasan paling timur dari negara Indonesia yang berbatasan langsung dengan negara Papua New Guinea (PNG). Wilayah perbatasan darat Indonesia – PNG tersebut memanjang dari utara ke selatan memotong tengah pulau Papua sepanjang hampir 800 km. Wilayah perbatasan secara umum letaknya terisolir dari konsep tata ruang nasional. Perbatasan tidak begitu saja terjadi, ada sejumlah perjanjian dan persetujuan antar negara mengenai peraturan-peraturan perbatasan.
Persetujuan dasar tersebut dibuat sebagai titik tolak untuk menentukan kerjasama atas kemauan baik dan saling pengertian antara Indonesia dengan PNG. Kerjasama yang dikembangkan lebih lanjut adalah tentang administrasi dan pembangunan daerah perbatasan guna memperoleh manfaat untuk penduduk. Hal ini didasarkan bahwa penduduk perbatasan setempat telah mempunyai kebiasaan dan hak-hak tradisional sejak tempo dulu.
Dari persetujuan tersebut kemudian diperoleh kesepakatan berupa baik indonesia maupun PNG akan mengakui dan mengijinkan adanya pelintas batas oleh penduduk tradisional dan penduduk perbatasan. Dalam pengartian penduduk perbatasan adalah mereka yang karena kelahiran atau perkawinan tinggal di daerah perbatasan. Dengan pengertian ini penduduk bukan orang Papua seperti Jawa yang kawin dengan orang Papua diperbatasan dan berdomisili di daera perbatasan dapat masuk sebagai pelintas batas tradisional. Perizinan diberikan hanya untuk tujuan kegiatan di daerah perbatasan seperti kontak social, upacara-upacara, pemanfaatan lahan (termasuk memancing), kebiasaan berdagang, olah raga dan kegiatan-kegiatan budaya. Dengan demikian izin tersebut hanya untuk kunjungan sementara dan bukan untuk keperluan menetap. Lama kunjungan maksimal 30 hari dan dapat diperpanjang atas persetujuan pejabat perbatasan. Selain itu pelintas batas tradisional juga harus tunduk pada undang-undang dan peraturan karantina dan larangan lain yang masih berlaku.
Untuk maksud pelintas batas tersebut diatas tidak diperlukan pengaturan khusus (imigrasi, pabean, karantina dan pemeriksaan kesehatan) . pengaturan khusus hanya berlaku bagi penduduk yang non tradisional. Pelintas batas tradisional cukup dilengkapi kartu identifikasi lintas batas yang untuk wilayah perbatasan Papua lebih dikenal dengan ”kartu merah”. Kartu lintas batas berlaku untuk masuk berkali-kali selama jangka waktu 3 tahun. Penerbitan kembali kartu perbatasan dibuat oleh pos perbatasan yang sama. Degan demikian kartu pelintas batas tersebut berlaku sebagai pengganti pasport, visa, dan kartu vaksinasi. Kartu merah hanya berlaku bagi warga negara Indonesia yang tinggal di perbatasan dan telah mencapai umur 18 tahun. Apabila mereka pergi secara berombongan diperlukan persyaratan surat keterangan dari desa yang diketahui oleh kantor imigrasi setempat. Sebuah kartu lintas batas langsung mencakup istri dan anak yang berumur dibawah 18 tahun. Hal ini termasuk mereka yang telah kawin walaupun belum berumur 18 tahun.
Untuk menjaga keamanan perlu dicegah pemanfaatan daerah perbatasan untuk setiap bentuk permusuhan atau kegiatan tidak legal yang menentang negara tetangga. Di daerah perbatasan juga dicegah pemanfaatan untuk pengintaian (staging) dan tempat berlindung. Pembangunan konstruksi besar dalam zone 5 kilometer (misalnya jalan, dan jembatan) dapat menarik penduduk dari daerah perbatasan negara lain. Karena itu setiap rencana pembangunan besar tersebut perlu memberitahu lebih dahulu kepada negara tetangga.
Sumberdaya alam daerah perbatasan dapat dimanfaatkan namun perlu memperhatikan asas pelestarian. Pemerintah harus dapat menjamin bahwa pembangunan pertambangan, industri, kehutanan, pertanian, dan pembangunan lainnya, tidak akan menimbulkan polusi negara tetangga. Karena itu upaya pembangunan di daerah perbatasan perlu berkonsultasi terlebih dahulu. Selain itu kedua negara perlu melindungi spesies flora dan fauna setempat agar tidak terjadi kepunahan di daerah perbatasan. Setiap kerusakan akibat dari tindakan negara lain di daerah perbatasan maka negara yang bertanggung jawab akan membayar sebagai kompensasi.
Masyarakat Papua terdiri dari kelompok-kelompok yang mempunyai ciri-ciri budaya, bahasa, dan gaya hidup yang tidak sama antara satu kelompok dengan kelompok lain. Keanekaragaman ini membuat orang luar sulit untuk dapat memahami masyarakat Papua sebagai satu kesatuan yang berlaku umum pada masyarakat Papua. Karena itu, dalam studi yang berkaitan dengan masyarakat Papua di perbatasan dirasa perlu untuk memahami kehidupan sosio-budaya yang mengandung pemikiran masyarakat yang ada di dalamnya untuk melangkah ke permasalahan lebih dalam.
Permasalahan sosial-budaya di wilayah perbatasan Jayapura dapat dilihat dari beberapa pemahaman budaya masyarakat pendukungnya, seperti pemahaman tentang konsep batas wilayah; bahasa yang sama; adanya mitologi yang sama sehingga menimbulkan orientasi religi yang sama; hubungan kekerabatan yang telah terbina sebelum konsep negara modern lahir; hubungan perkawinan antar suku melalui pertukaran saudara dalam lingkaran kerabat tertentu yang dikenal dengan tukar kepala; dan hubungan dalam pengelolaan harta adat.
Tampaknya konflik nilai dan aturan berpadu sedemikian rupa, sehingga berbagai konflik yang mucul bersifat sangat kompleks dan tidak dapat dipisahkan dengan tegas. Salah satunya adalah konflik pertahanan yang semakin meningkat di Papua belakangan ini. Tampaknya bukan semata-mata persoalan yuridis, melainkan di dalamnya ada nuansa sosial budaya, ekonomi dan politis. Problema pertahanan ini ditambah pula dengna semakin gancarnya program pembangunan fisik yang dijalankan di Papua, yang jelas-jelas membutuhkan lahan, sementara masalah juridis maupun sosial budaya masih mengganjal dalam proses penyelesaiannya.
Papua dikenal mempunyai keanekaragaman suku bangsa yang demikian banyak. Khususnya apabila diklasifikasi tersebut berdasarkan atas pembagian bahasa, mengingat ada beberapa suku bangsa yang belum teridentifikasi dengan baik struktur bahasanya. Sehingga dianggap sebagai suku bangsa tersendiri. Demikian pula dengan pembagian berdasarkan antropologi fisik, baik menggunakan index chepal (rahang), maupun mengenai ukuran antropometris, mengungkapkan ciri-ciri yang beraneka ragam dari masyarakat suku Papua.
Masyarakat dengan berbagai tipe ekologis seperti ini, tentunya mempuyai implikasi yang luas terhadap kemungkinan terjadinya konflik budaya, sebagai akibat dari tergusurnya sumberdaya masing-masing tipe. Seperti pembangunan kawasan wisata yang mengambil lahan di daerah pantai, sangat potensial untuk menciptakan kerawanan dengan masyarakat setempat yang amat tergantung dengan hasil laut. Demikian halnya berbagai eksploitasi hutan, akan sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang ada di kawasan hutan, maupun yang ada di hilir sungai.
Namun demikian, secara umum dari segi sistem kekerabatan dan orgaisasi sosial masyarakat Papua, khususnya di daerah perbatasan adalah masih kuatnya menganut sistem keluarga luas dan masih adanya pengaruh sistem kepemimpinan tradisional yang nantiya akan sangat kental mempengaruhi sistem kepemilikan tanah secara komunal. Oleh sebab itu, studi mengenai berbagai masalah yang ada kaitannya dengan sistem tradisional, pada intinya tidak terlepas dari masalah kekerabatan dan sistem kepemimpinan tradisional.
Masalah kebudayaan di propinsi Papua pada beberapa segi mempunyai kesamaan dengan daerah lain, khususnya eksistensi masyarakat adat yang hidup di berbagai daerah di propinsi ini. Namun, ada pula segi-segi tertentu yang mungkin bersifat khas, dikarenakanadanya pengalaman sejarah yang berbeda, maupun berbagai situasi sosial budaya, ekonomi dan politik yang melingkupinya.
Intra suku adalah berbagai konflik budaya yang muncul dalam suatu komunitas suku yang mendiami wilayah tertentu, biasanya terjadi antar keluarga inti, atau antar klen-klen kecil dalam suatu lingkungan suku tertentu. Sedangkan konflik antar suku, dapat terjadi antara komunitas suku satu dengan suku lainnya yang biasaya juga terjadi karena sejarah perang suku pada masa lalu. Konflik masyarakat suku melawan pendatang perorangan biasanya terjadi karena jual beli tanah. Masyarakat suku melawan perusahaan, dimaksudkan semua konflik yang berkaitan dengan kelompok usaha ekonomi, baik skala kecil maupun mega (seperti kasus Freeport). Sedangkan masyarakat suku berhadapan dengan Pemda dan TNI memfasilitasi pelepasan hak atas tanah kepada pihak tertentu di luar masyarakat suku tersebut.
Masalah yang cukup umum di wilayah perbatasan khususnya dan di Papua umumnya adalah proses sertifikasi tanah yang terjadi diantara masyarakat asli dengan kalangan pendatang, khususnya untuk keperluan transmigrasi. Terdapat kesan sementara bahwa masyarakat asli sulit mendapatkan sertifikat, sedangkan kalangan transmigran lebih mudah mendapatkannya. Masalah ini tampaknya sangat terkait dengan persoalan hukum tanah secara nasional, yang kenyataanya masih manimbulkan interpretasi yang berbeda dari kalangan masyarakat adat terhadap hukum itu sendiri.
Ada beberapa penyebab struktural lainnya yang tampaknya menjadi pemicu konflik budaya di Papua umumnya, dan di daerah perbatasan khususnya, yaitu: kelekatan filosofis mengenai makna tanah bagi masyarakat di pedalaman seringkali diabaikan. Seringkali ungkapan tanah sebagai ibu kandung, tanah mempunyai kaitan dengan kehidupan budaya lain, danggap sebagai hal yang romantik dan tanpa makna. Padahal seringkali mereka menganggapbahwa terlepasnya tanah dari hak mereka, akan mengakibatkan huru-hara dan kekacauan, mengingat mereka harus melepaskan ’air susu yang selama ini memberi kehidupan’. Namun lembaga jual beli yang belakangan ini marak, cukup memberi pengaruh yang besar. Padahal masyarakat awalnya hanya mengenal hibah dan hak pakai, sekarang berada pada posisi kehilangan hak. Lembaga jual beli merupakan representasi dari modernisasi yang menuntut lahan namun belum diantisipasi baik di daerah maupun pusat, sehingga timbul semacam chaos dalam adat dan kebudayaan dalam arti luas; ditambah lagi ekses yang merasuk dari segi kepentigan ekonomi, yang menyebabkan pengingkaran maupun manipulasi kultural. Eksesnya adalah tanah mudah terlepas, namun lembaga-lembaga lainnya belum siap, sehingga begitu ada masalah seringkali penututan perkara kepadad pembeli dan bukan kepada peimpin adat atau formal (aparat) yang mempunyai andil besar dari terlepasnya tanah komunal.
Daerah di kawasan perbatasan tersebut tentu saja memiliki penampilan khas individunya baik berupa perkataan, perbuatan, pakaian, gaya hidup, pilihan profesi, pilihan agama, maupun pilihan pergaulan, sering kali dipotret sebagai memiliki label tertentu dalam relasi sosial. Label-label itu seringkali juga dikaitkan dengan posisi individu sebagai bagian dari anggota salah satu masyarakat tertentu. hal-hal tersebut tentu saja dapat dengan sangat mudah menyebabkan konflik dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat disana dan salah satunya adalah konflik kebudayaan atau antaretnik yang telah dibahas sebelumnya.
Terdapat banyak pilihan untuk mencegah konflik antaretnik dan budaya. Sebab konflik antarbudaya lebih bersifat laten (tersembunyi) dari pada sebaliknya. Upaya konkret yang dapat dilakukan adalah melalui jalan mengelola konfliknya. Atau, mengatur konflik agar tidak berubah bentuk menjadi tindak kekerasan.
Upaya pencegahan yang efektif adalah melakukan berbagai cara, yakni advokasi atau gerakan yang bisa mereduksi potensi-potensi konflik dalam kehidupan masyarakat. Caranya adalah mendampingi kelompok-kelompok atau kantong-kantong masyarakat yag rentan terhadap konflik. Gerakan itu harus dilakukan secara terus menerus. Fokusnya, mereduksi persoalan konkret yang melilit kehidupan mereka, misalnya ekonomi dan pendidikan. Selain itu, gerakan pemberdayaan terhadap kualitas pemahaman agama dan wawasan kebagsaan mutlak di perlukan.
Kusutnya aturan berkait denga keberadaan kelompok budaya dan organisasi-organisasi sosial keagamaan, bercampurnya kepentingan ekonomi dan politik ke dalam wilayah ini, serta luka sejarah yang terlanjur mengkristal, juga perlu di selesaikan. Namun, beragam bentuk dan upaya penyelesaian itu tidak bisa dinikmati secara cepat (instan), memerlukan waktu lama.
Kesulitan semacam itu tidak hanya monopoli pengalaman Indonesia, namun juga dialami oleh sejumlah negara di berbagai belahan bumi ini. Oleh karena itu, kendatipun upaya ini tidak akan dapat membuahkan hasil secara cepat dan segera serta memerlukan waktu yang cukup lama, bahkan mungkin melampaui generasi ini, namun usaha ini mutlak diperlukan.

Kesimpulan
Sulit sekali mengatakan ada atau tidaknya konflik antarbudaya di Indonesia. kesulitan ini didukung oleh fakta bahwa peristiwa konflik yang terjadi di Indonesia melibatkan komunitas suatu kelompok tertentu berasal dari masalah kebudayaan. Contohnya adalah konflik yang terjadi di daerah perbatasan Papua-PNG.
Persoalan menjadi semakin rumit ketika pergulatan kepentingan salah satu pihak melibatkan banyak orang yang berasal dari kalangan bawah, uneducated people. Kelompok ini tidak mampu berpikir rasional, namun siap mengorbankan harta benda bahkan nyawanya dengna bekal keyakinan yang bersahaja dan sedikit kata-kata berbau kebudayaan dibibirnya, mereka siap mendukung gerakan secara membabi buta terhadap sesuatu yang diidolakannya itu.
Kondisi semacam itu semakin parah ketika sikap tersebut terwariskan secara sistematis kepada generasi selanjutnya. Oleh karena itu, sebagai generasi yang mewarisi kebudayaan nenek moyang sebaiknya kita berfikir lebih terbuka terhadap apa yang telah diwariskan kepada kita tersebut. Alangkah baiknya apabila kita menghindari berbagai bentuk kegiatan yang dapat memicu timbulnya konflik apapun jenisnya, agar konflik-konflik antar budaya tidak akan terjadi kembali di negara kita ini, dan hal tersebut hanya dapat menjadi sebuah sejarah yang menyedihkan untuk diceritakan kepada generasi selanjutnya di bawah kita nanti.

Daftar Pustaka

Jamuin, Ma’arif, 2004, Manual Advokasi Resolusi Konflik, Surakarta: CISCORE
Indonesia
Strinati, Dominic, 2007, Popular Culture, Yogyakarta: JEJAK
Widagdho, Djoko, 2001, Ilmu Budaya Dasar, Jakarta: PT Bumi Aksara

13
Jan
09

anak belajar dari orang tua

p10101081

Aturan dan kedisiplinan perlu ditegakkan sejak dini. Menurut H. Fuad Nashori, S.Psi,M.si Psikolog dan dosen Psikologi UII, sedikit aturan tetapi konsisten menjalankannya akan lebih baik dibanding banyak aturan namun tidak konsisten dilakukan. Artinya, konsistensi dan model perilaku orang tua adalah contoh dan penguat perilaku anak. Selain konsistensi, bentuk aturan juga disesuaikan dengan usia dan perkembangan mental anak. Beberapa hal perlu terus diubah sesuai perkembangan anak, misalnya untuk mendidik anak mengelola keuangan, kapan mulai diberikan uang jajan harian, dan kapan waktu yang tepat diberi uang saku mingguan atau bulanan.

Tanpa kita sadari anak belajar banyak hal dari orang tua. Misalnya anak tidak masuk sekolah dan orang tua berbohong dengan mengatakan pada guru bahwa anak sakit. Hal tersebut bisa dijadikan cara untuk membenarkan kesalahan yang diperbuat. Demikian pula dengan penurunan prestasi, banyak kata-kata yang akan dikemukakan sebagai pertahanan diri. Misalnya sekolah tidak sesuai pilihan, jurusan tidak saya minati, atau alasan lain yang dianggapnya masuk akal.

Fuad meyakini, hal-hal tersebut diatas tidak seharusnya terjadi jka dari awal ada kesepakatan bersama dalam menentukan pilihan, sehingga anak mau dan mampu bertanggung jawab atas pilihannya. Dengan demikian proses belajar dan aktifitas lainnya tidak terganggu. Untuk itu, menurut Fuad, arahan dan pendampingan orang tua pasca kesepakatan harus terus dilakukan. Jika dalam perjalanan terjadi hal-hal di luar rencana, orang tua dan anak tidak boleh saling menyalahkan. Sebaiknya diskusilah untuk membuat perubahan-perubahan aturan main, misalnya membuat pola belajar baru untuk mengejar prestasi.

Memberikan anak pertimbangan dan pilihan memang kewajiban kita sebagai orang tua. Namun hanya sebatas pertimbangan saja. Pilihan sebaiknya tetap di tangan anak karena dialah yang akan menjalaninya, kecuali pilihan itu bisa membahayakan dirinya.

Setiap anak memiliki keinginan mengekplorasi lingkungannya. Mereka memandang dunia dengan penuh rasa ingin tahu, seakan siap menjelajah dunia luar untuk berkembang menjadi apa pun. Tugas orang tua adalah memahami keinginan anak melalui bakatnya. Pemahaman atas bakan ini akan membantunya meraih masa depan.

*foto: google_

13
Jan
09

bahasa tinggal rasa

Tak ada lagi celah untukku bersandar
Terkungkung aku dalam sepi
Lepaslah sinaran malam
Lalu, kupeluk kesendirian_

Masih kulihat apa yang tak harus terlihat
Indahnya kemunafikan
Lemahnya kebahagiaan
Lalu, kurebahkan kebohongan_

Jejak tawa yang mulai samar
Senyum pahit enggan pergi
Lemah aku dalam penyesalan
Lalu, kupegang erat segenggam air mata_

Memohon rintihan bermakna
Hingga akhirnya sayup- sayup menghilang
Adanya kabut biru melintas
Lalu, bersujudlah aku di tepian itu_

13
Jan
09

keajaiban itu ada.

Ku coba tenang dalam sayap patah,
Tapi rindu mengantarku ke pengandaian itu,
Kembali_

Ku putuskan tuk hinggap dan menari dalam kesendrian,
Namun inginnya ku sapa celah itu,
Kembali_

Ingin ku bungkam semua cerita anganku,
Tapi degup in menginginkannya,
Kembali_

Resah yang semula sirna,
Tertutupi matahari pagi berselimut duka,
Hanya karena takut bintang terus meninggalkanku,
Sungguh angin seolah tak ingin menghampiri,

Kusiapkan tuk menuju jalan itu,
Jalan penuh keajaibanmu…. Tuhan,
Jalan yang menemaniku melangkah menuju pagi,
Jalan dari semua yang telah kau tetapkan,
Jalan untuk semua jawaban yang selalu ku pertanyakan,
Jalan yang kan mengembalikan sayap itu,
Jalan yang kan terus menyinarkan cahaya tak berselimutkan apapun,
Karena sekali lagi,
keajaiban itu ada_

13
Jan
09

pada Ia ku-Cinta,

Hope for someday

Berharap aku dalam kenyataan-Nya,
Timbul asa walau sekejap menghilang,
Pipih menghambat semua laku,
Ucap menghalau tingkat verbal,
Walau demi itu ku bersimpuh,
Tak ada lelah tuk selalu memohon,
Meminta hanya pada Ia, sang Khalik ku cinta_

13
Jan
09

sepi

Gelap masih menyelimuti diri
Penat mengusik kosongnya hati
Hingga kini_

Jemu kala itu,
Ketika sore menitikan indahnya air matamu wahai langit,
Tiada kebisingan diantara langkah degup ini
Hanya detak kaki sang waktu menemani

Sendiri menatap kelam nuansa diri
Apakah harus selalu menghantui?
Kumohonkan untuk tetap terhibur hati ini,
Dengan segala tawa tiada berhenti_

Musim yang harus berlalu
Tak ku habiskan untuk resah menanti
Karena matahari kan segera berganti
Menyusun lagi timbunan mimpiku yang berserak diantara rimbunnya kabut pagi…….

.

Selalu untuk selamanya,
Berharapku akan dekapan hangat kasihmu,
Tuhan,,,




Enter your email address to follow this blog and receive notifications of new posts by email.

Join 3 other subscribers
May 2024
M T W T F S S
 12345
6789101112
13141516171819
20212223242526
2728293031